Jumat, 16 Januari 2015

LEADERSHIP



BAB I
 PENDAHULUAN

Kepemimpinan atau Leadership merupakan proses pengaruh atau mem-pengaruhi antar pribadi atau antar orang dalam situasi tertentu. Menurut George R. Terry, sebagaimana dikutip oleh Sardjuli, Leadership is the relationship in which one person, or the leader, influences others to work together willingly on related tasks to attain that whick the leader desires.[1]
Term kepemimpinan tak lepas dari unsur influencer, yakni yang mem-pengaruhi dan influence, yakni yang dipengaruhi. Sardjuli menyimpulkan, ada beberapa unsur pokok kepemimpinan, yaitu:
1.      Adanya interaksi, yaitu hubungan timbale balik saling mempengaruhi antar anggota dalam kelompok.
2.      Adanya pemimpin,yaitu orang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi orang lain mau berbuat atau bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama dan mampu membina serta mengembangkan interaksi antar anggota dalam kelompok.
3.      Adanya terpimpin atau pengikut, yaitu menerima pengaruh.
4.      adanya sarana atau alat untuk mempengaruhi orang lain dan untuk menjalin serta meningkatkan integritas kelompok, sehingga mereka secara sadar dan ikhlas mau bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
5.      Adanya tujuan yang akan dicapai bersama.[2]

Dalam makalah ini, lebih khusus akan membahasan kepemimpinan (leadership) dalam manajemen pendidikan. Pelbagai pertanyaan, seperti: tion, karya Tony Bush dan Marianne Coleman dan buku-buku lain yang mendukungnya.
                  




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Konsep Kepemimpinan dalam Kultur (budaya)

Konsep kepemimpinan sangat kompleks dan mengalami perkembangan. Tulisan-tulisan tentang kepemimpinan kebanyakan disadur dari kultur Barat, khususnya dari Amerika Utara. Namun, kepemimpinan dipahami secara berbeda dalam kultur yang berbeda. Oleh karena itu, diperlukan banyak upaya untuk mempelajari dan memahami kepemimpinan dari sudut pandang kultural.
Hofstrede (1980; 1991) telah melakukan penelitian tentang pentingnya variabel-variabel berikut dalam suatu kultur :
1.      Individualism, otonomi individu versus tanggungjawab terhadap kelompok
2.      Masculinity, bagaimana peranan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat dibedakan.
3.      Powerdistance, bagaimana terjadi ketidaksamaan
4.      Uncertainly avoidance, tingkat perhatian terhadap hukum dan aturan.
Uraian tentang variable tersebut di atas, menunjukkan bagaimana ia menjadi relevan dengan cara-cara kepemimpinan dalam masyarakat yang berbeda-beda. Misalnya, dari 53 negara, Amerika Serikat, Australia, dan Inggris Raya menduduki peringkat pertama, negara kedua dan ketiga memiliki ciri masyarakat individualistis.
Berbeda lagi dengan Hongkong, Singapura, Malaysia, dan Thailand yang memiliki cirri masyarakat kolektif. Mereka cenderung mengutamakan kepentingan kelompok daripada kepentingan individu.
Dari wacana di atas, pola hubungan power distance antara negara Barat dan Timur memiliki perbedaan yang tajam. Perbedaan tersebut terletak pada ketidaksamaan dalam kekuasaan (power), peran individu, peran gender, toleransi terhadap tingkat perhatian pada hukum dan aturan. Perbedaan tersebut sangat penting diketahui untuk memahami bagaimana perbedaan peran pemimpin dalam kultur yang berbeda.

B.     Kepemimpinan dan Manajemen.

Kepemimpinan dan manajemen bukanlah merupakan terma yang sinonim. Seseorang bisa menjadi pemimpin tanpa harus menjadi manajer. Misalnya seseorang bisa melaksanakan fungsi-fungsi simbolik, inspirasional, educational, normative kepemimpinan dalammerepresentasikan kepentingan organisasi tanpa harus melaksanakan fungsi manajemen. Sebaliknya, seseorang bisa menjadi manajer tanpa harus menjadi pemimpin.
Dengan demikian, kepemimpinan diidentikkan dengan visi dan nilai-nilai, sedangkan manajemen diidentikkan dengan proses dan struktur.
  1. Seni Kepemimpinan
Seni bisa berarti ketrampilan intuitif, “tahu melaksanakan”, namun juga mengindikasikan “refleksi aksi”. Refleksi tentang aksi manajer/pemimpin dilakukan dalam
konteks kultur sebuah organisasi yang berperan seperti wadah pengalaman masa lampau, organisasi menjadi gudang pengetahuan kumulatif yang dikembangkan. Dengan demikian, organisasi dan kulturnya mungkin bisa membuat perubahan menjadi kondusif atau sebaliknya.
  1. Manajemen Taktis dan Strategis
Perbedaan antara manajemen dan kepemimpinan dapat dikaitkan dengan pembedaan antara kepemimpinan taktis dan strategis sebagaimana disampaikan Sergiovanni.
Menurut Sergiovanni (1984) kepemimpinan taktis mencakup analisis terhadap kegiatan administratif dengan skala kecil, namun memberikan perhatian pada tujuan secara lebih besar. Berbeda dengan kepemimpinan strategis, merupakan seni dan ilmu yang memfokuskan perhatiannya pada kebijakan-kebijakan dan tujuan-tujuan dengan rencana-rencana jangka panjang.
  1. Ketentuan Kepemimpinan
Menurut Bennis (1984) seorang pemimpin secara umum concern terhadap upaya untuk melakukan sesuatu yang benar dan tidak concern terhadap upaya untuk melakukan sesuatu dengan benar.
  1. Kekuatan Kepemimpinan
Menurut Sergiovanni (1984) ada lima kekuatan kepemimpinan secara hirarkis, yakni :
a.       Teknis, yaitu teknik-teknik manajemen. Pemimpin menjadi penggerak manajemen.
b.      Manusia, yaitu sumber daya sosial dan interpersonal. Pemimpin sebagai penggerak manusia.
c.       Pendidikan, yaitu kepakaran di bidang pendidikan. Pemimpin bertindak sebagai praktisi klinis.
d.      Simbolik, yaitu memfokuskan perhatian pada hal yang penting. Pemimpin sebagai ketua.
e.       Kultural, yaitu membangun sebuah kultur sekolah yang unik. Pemimpin sebagai tokoh spiritual.
Dengan demikian, para pemimpin sekolah mempunyai tanggung jawab yang memiliki implikasi yang besar terhadap perbaikan dan peningkatan yang dialami sekolah tersebut. Secara khusus, pemimpin diasosiasikan dengan pengembangan dan pengomunikasian sebuah visi sekolah. Oleh karena itu, pemimpin diharapkan mampu mendorong dan meningkatkan keterlibatan dan pemahaman staf.

 C. Teori dan Praktek                                 
            Perbedaan antara kepemimpinan dan manajemen dapat menyembunyikan fakta bahwa banyak pemimpin yang menghabiskan waktunya untuk mengerjakan sesuatu yang sebenarnya lebih tepat dikatakan sebagai pekerjaan administratif. Secara praksis pekerjaan administratif merupakan pekerjaan menajer. Di sinilah, menurut teori dan praktek, sering terjadi disposition antara pekerjaan seorang pemimpin dengan manajer.
            Ada dua cara penting untuk menganalisa pola-pola kepemimpinan. Pertama, adalah pembedaan antara otokrasi dan demonstrasi, cara ini diasosiasikan dengan penelitian Tennenbaum dan Schimdt (1973); cara kedua, adalah didasarkan pada dominasi relatif yang ada dalam diri seorang pemimpin, yaitu tentang ’perhatiannya terhadap orang dan hubungan-hubungan’ atau ’perhatiannya terhadap produksi atau hasil’; teori ini diasosiasikan dengan penelitian Blake dan Mouton (1964).
            Konsep-konsep ini sangat membantu dalam menguji kepemimpinan dalam teori organisasi, yang menekankan pada teori-teori situsional dan kontingensi. Teori-teori tersebut mengakui pentingnya interaksi pemimpin dan lingkungannya: ’mereka mengakui bahwa pola dan sikap kepemimpinan yang tepat dan sukses akan berbeda-beda sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.[3]
            Hal ini menegasi bahwa pola kepemimpinan dalam suatu kelompok di-sesuaikan dengan situasi dan kondisinya. Misalnya, kepemimpinan di Sekolah, berbeda dengan kepemimpinan di madrasah ataupun pesantren. Walaupun kepemimpinan sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi, ada dimensi lain dalam kepemimpinan yang baik, khususnya dalam lingkungan pendidikan, misalnya: pentingnya visi, manfaat kepemimpinan transformasional, menempatkan pendidikan anak didik dan murid pada posisi utama dalam perencanaan dan manajemen, dan dimensi moral dan etis kepemimpinan dalam pendidikan. Lebih dari itu, kepemimpinan dalam pendidikan mengalami banyak tantangan bersamaan dengan maraknya otonomi sekolah.
Sifat dan watak kepemimpinan dalam manajemen pendidikan ditinjau dengan konsep visi, dapat digeneralisasikan sebagai berikut;
1.      Penekanan harus diberikan pada kepemimpinan transformasional daripada transaksional
2.      Pemimpin yang terkemuka memiliki sebuah visi bagi organisasinya.
3.      Visi harus dikomunikasikan dengan suatu cara yang dapat menjaga komitmen para anggotanya organisasi.
4.      Komunikasi visi memerlukan komunikasi makna.
5.      Isu-isu nilai – ’apa yang seharusnya’ – adalah utama bagi kepemimpinan.
6.      Pemimpin memiliki peranan penting dalam mengembangkan kultur organisasi.
7.      Studi tentang sekolah-sekolah terkemuka memberikan dorongan untuk melaksanakan school based management dan collaborative decision-making.
8.      Terdapat banyak kekuatan kepemimpinan – teknis, manusia, pendidikan, simbolik, dan semuanya itu harus dihilangkan dalam sekolah.
9.      Perhatian harus diberikan kepada institusionalasasi visi jika kepemimpinan jenis transformatif ingin sukses.
10.  Kualitas stereotip ’laki-laki’ dan ’perempuan’ sangat penting dalam kepemimpinan, tanpa menghiraukan jenis kelamin.[4]
KESIMPULAN

ada beberapa unsur pokok kepemimpinan, yaitu:
1.      Adanya interaksi, yaitu hubungan timbale balik saling mempengaruhi antar anggota dalam kelompok.
2.      Adanya pemimpin,yaitu orang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi orang lain mau berbuat atau bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama dan mampu membina serta mengembangkan interaksi antar anggota dalam kelompok.
3.      Adanya terpimpin atau pengikut, yaitu menerima pengaruh.
4.      adanya sarana atau alat untuk mempengaruhi orang lain dan untuk menjalin serta meningkatkan integritas kelompok, sehingga mereka secara sadar dan ikhlas mau bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
5.      Adanya tujuan yang akan dicapai bersama

Ada dua cara penting untuk menganalisa pola-pola kepemimpinan. Pertama, adalah pembedaan antara otokrasi dan demonstrasi. cara kedua, adalah didasarkan pada dominasi relatif yang ada dalam diri seorang pemimpin, yaitu tentang ’perhatiannya terhadap orang dan hubungan-hubungan’ atau ’perhatiannya terhadap produksi atau hasil.













DAFTAR PUSTAKA

            Djohar, Pengembangan Pendidikan Nasional Menyongsong Masa Depan, (Yogyakarta: CV. Grafika Indah, 2006)
E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005)
Sardjuli, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Solo: Era Intermedia, 2001)
Tony Bush dan Marianne Coleman, Leadership dan Strategic Management in Education, (London: Paul Chapman Publishing Ltd, 2000) atau edisi terjemahan oleh. Fahrurrozi dalam Manajemen Strategis Kepemimpinan Pendidikan, ( Yohyakarta: IRCiSod, 2006)


[1] Sardjuli, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Solo: Era Intermedia, 2001), hal. 73
[2] Ibid., hal 74
[3] Hasil ringkasan buku Leadership dan Strategic Management in Education karya Tony Bush dan Marianne Coleman, hal 19-22.

[4] Tony Bush dan Marianne, hal. 22.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar